Rumah Warisan yang Tidak Ditinggali: Apa yang Harus Diketahui Warga tentang Aturan Baru BPN?
- Admin Sipajak
- 6 hari yang lalu
- 3 menit membaca
Belakangan ini, publik dihebohkan dengan kabar mengenai potensi penyitaan harta warisan yang tidak dikelola oleh ahli waris. Isu ini memunculkan kecemasan bagi banyak orang yang mewarisi tanah atau bangunan dari keluarga mereka, khususnya yang tidak segera mengelola properti tersebut. Lantas, apa sebenarnya yang menjadi dasar hukum terkait harta warisan dan tanah telantar di Indonesia? Mari kita bahas lebih dalam.
Apa yang Dimaksud dengan Harta Warisan?
Harta warisan, termasuk tanah dan rumah, adalah aset yang dapat diturunkan dari orang tua atau keluarga kepada ahli waris mereka setelah pewaris meninggal dunia. Secara hukum, warisan ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), terutama dalam Pasal 505 yang menyebutkan bahwa warisan bisa mencakup barang bergerak dan tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan.
Menurut Pasal 830 KUHPerdata, setelah seseorang meninggal, ahli waris yang berhak menerima warisan dapat mencakup keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun di luar perkawinan, serta suami atau istri yang masih hidup lebih lama. Jika tidak ada ahli waris, harta peninggalan akan menjadi milik negara, yang bertugas untuk melunasi utang-utang pewaris, jika harta tersebut cukup untuk menutupi kewajiban tersebut.
Namun, persoalannya muncul ketika harta warisan—terutama rumah atau tanah—tidak dimanfaatkan atau dibiarkan begitu saja tanpa pengelolaan. Dalam hal ini, pemerintah dapat melakukan langkah-langkah tertentu yang berpotensi merugikan pemilik warisan.
Apa Itu Tanah Telantar?
Kabar yang berkembang belakangan ini menyebutkan bahwa tanah atau rumah warisan yang tidak dikelola bisa dianggap sebagai tanah telantar. Hal ini berarti tanah tersebut dapat diambil alih oleh negara. Menurut Rosdianto Prabowo Samodro, Kepala Bagian Pemberitaan dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian ATR/BPN, tanah yang dibiarkan kosong atau tidak dimanfaatkan sesuai peruntukannya dalam jangka waktu lama bisa berisiko menjadi milik negara.
Regulasi Tentang Tanah Telantar
Tanah yang tidak dikelola atau dimanfaatkan dengan baik dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar. Berdasarkan peraturan ini, tanah yang tidak dipergunakan, tidak dirawat, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan tujuannya, termasuk tanah hak milik dan tanah yang diperoleh atas dasar penguasaan tanah, dapat dianggap sebagai tanah telantar.
Contoh tanah yang bisa masuk kategori ini adalah:
Tanah hak milik, termasuk tanah pribadi yang tidak digunakan atau dibiarkan terlantar.
Hak guna bangunan (HGB) dan Hak guna usaha (HGU) yang tidak dimanfaatkan dengan baik.
Hak pakai dan hak pengelolaan yang tidak dipelihara dengan sesuai.
Apabila tanah dibiarkan tidak terkelola selama dua tahun berturut-turut setelah hak diberikan, pemerintah berhak untuk mengeluarkan peringatan dan mengambil tindakan penertiban.
Bagaimana Proses Pengalihan Harta Warisan untuk Menghindari Tanah Telantar?
Untuk mencegah tanah atau rumah warisan Anda masuk dalam kategori tanah telantar, langkah pertama yang harus dilakukan oleh ahli waris adalah mendaftarkan dan mengalihkan hak kepemilikan melalui Kantor Pertanahan setempat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sertifikasi tanah yang akan memberikan kekuatan hukum yang jelas terhadap kepemilikan tersebut.
Sertifikat tanah adalah dokumen penting yang menunjukkan siapa pemilik sah suatu tanah atau bangunan. Dengan memiliki sertifikat, Anda memiliki bukti hukum yang kuat mengenai hak milik atas properti tersebut. Ini juga dapat mencegah konflik pertanahan di kemudian hari, terutama jika ada pihak lain yang mengklaim hak atas properti warisan.
Menurut Pasal 42 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, proses pendaftaran tanah dan peralihan hak harus dilakukan jika tanah atau bangunan diwariskan. Jika warisan diterima oleh satu orang, pendaftaran dilakukan atas nama orang tersebut, sedangkan jika lebih dari satu orang, pembagian hak akan dilakukan berdasarkan akta pembagian waris.
Selain itu, jika tanah atau rumah warisan Anda dikuasai oleh pihak lain, Anda sebagai ahli waris berhak untuk menuntut hak kepemilikan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 834 dan 835 KUHPerdata menyatakan bahwa ahli waris dapat mengajukan gugatan terhadap siapa pun yang menguasai warisan tanpa hak, dalam waktu 30 tahun sejak hari terbukanya warisan.
Langkah Pencegahan untuk Mengamankan Tanah atau Rumah Warisan
Untuk menjaga agar tanah atau rumah warisan tidak menjadi tanah telantar, ada beberapa langkah yang bisa diambil:
Melakukan Sertifikasi Tanah: Pastikan tanah warisan terdaftar dan memiliki sertifikat yang sah.
Memelihara dan Memanfaatkan Properti: Jangan biarkan tanah atau bangunan kosong atau terbengkalai. Manfaatkan atau rawat sesuai peruntukannya.
Memasang Patok Tanah: Pasang patok atau tanda batas tanah agar tidak ada pihak yang mengklaim hak atas tanah Anda.
Menyimpan Sertifikat dengan Aman: Pastikan sertifikat tanah disimpan dengan baik agar tidak jatuh ke tangan pihak yang tidak berhak.
Kesimpulan
Isu mengenai tanah warisan yang bisa diambil alih oleh negara jika dianggap tanah telantar memang menimbulkan kekhawatiran, namun hal tersebut dapat dicegah dengan tindakan yang tepat. Ahli waris harus segera mengalihkan hak atas harta warisan dengan melakukan sertifikasi tanah dan memelihara properti warisan agar tidak dibiarkan kosong atau terbengkalai.
Dengan memahami regulasi yang ada dan mengikuti prosedur yang berlaku, Anda dapat mengamankan hak atas tanah atau rumah warisan Anda dan mencegah risiko kehilangan properti yang berharga.
Kommentare